BacaKabar.com – Salah satu cara menilai sesuatu dan memilih adalah dengan cara membandingkan. Misal kita mau beli hape, kita bandingkan spesifikasi, merk, harga dan sebagainya. Misal saya diberi pilihan iphone 6 atau nokia 3100, jelas saya pilih iphone 6.
Masalahnya adalah, setiap sosok itu punya kelebihan dan kekurangan. SBY contohnya, beliau menjadi satu-satunya Presiden sepanjang sejarah Indonesia yang bisa membuat album lagu. Hanya SBY yang bisa begitu. Namun kekurangannya adalah maraknya proyek mangkrak karena dikorupsi, hampir semua pengurus Demokrat diangkut KPK, dan menteri-menterinya juga sekarang menyandang status koruptor.
Nah kemarin SBY membuat pernyataan yang cukup hot terkait pemerintahan Jokowi. “Saya sering mendengar kita ini bangsa maritim, negara kepulauan wajib hukumnya harga mati pembangunan kita berwawasan maritim. Tapi yang saya dengar, yang saya ikuti sebatas retorika. Without action, without policy, without actual program ?to be implementation. Mindset kita, cara pandang kita harus diubah tak hanya retorika tapi harus diimplementasikan,” kata SBY, Ketua Umum Demokrat, merangkap dewan pembina dan juga juru bicara partai.
Sekarang mari kita buktikan soal retorika atau implementasi. Di era Jokowi, ratusan kapal asing ditenggelamkan dan diekspose secara massif. Kita bahkan tak gentar meski harus berhadap-hadapan dengan China. Semuanya dilakukan demi masa depan nelayan dan pertumbuhan ikan yang sehat.
Awal menjadi menteri, Susi jelas mengatakan bahwa laut kita penuh dengan kapal asing. Kalau malam, lautnya ramai dengan lampu-lampu kapal, seperti sedang berpesta. Sekarang semuanya sudah dibabat habis, mereka kapok karena kapal-kapalnya ditenggelamkan. Nelayan kita bisa mendapat ikan lebih banyak, sementara ketersediannya melimpah.
Soal penenggelaman kapal, SBY termasuk Presiden pengecut. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Laksamana Madya Purnawirawan Freddy Numberi pernah mengaku “Dulu saya pernah ditegur Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) karena membakar kapal asing ilegal.”
Kenyataan bahwa SBY menegur agar penenggelaman kapal tidak dilanjutkan dapat disimpulkan hanya retorika, jika SBY menyebut program pemerintahannya adalah menjaga laut Indonesia. Tapi berhubung dulu SBY tidak punya program yang jelas. Kesimpulannya menjadi without action and policy, even without planning. Hahaha.
Jokowi sudah memulai pembangunan pelabuhan, negosiasi dengan banyak investor, hingga menyelesaikan proyek mangkraknya SBY. Semuanya bukan retorika. Bahwa sekarang masih sedikit yang selesai, ya karena baru 2 tahun. Ya meskipun kalau mau dibandingkan SBY 10 tahun juga masih menang Jokowi dalam hal produktifitas pembangunan. Tapi kalau mau diadu banyak-banyakan album lagu, jelas Jokowi kalah telak.
Galaunya SBY
Saya agak kaget mendengar pernyataan SBY yang berani membahas soal maritim, menyinggung menteri paling favorit saat ini, Bu Susi. Manuver politik SBY ini fatal sekali, karena bisa dibilang nyaris tanpa pertimbangan. Kalau SBY menyinggung soal pendidikan terkait menteri baru yang mengusulkan full day, atau kondisi siswa yang tidak sopan, itu jauh lebih masuk akal untuk sebuah eksistensi. Tapi mengkritisi maritim? Sementara 10 tahun dirinya tidak pernah berbuat apa-apa soal kapal asing, ini jadi mirip SBY mengkritisi nada tinggi Raisha, sementara dirinya tidak bisa nyanyi.
Setelah melalui perenungan yang cukup, sebagai Pakar Mantan saya akhirnya mengerti mengapa SBY bermanuver selabil itu. Ternyata jawabannya tak jauh dari Ibas, Antasari dan Ruhut.
Beberapa hari sebelum Antasari buka suara di Mata Najwa dan bercerita tentang “orang besar” sebagai dalang skenario pembunuhan Nasrudin, Ruhut Sitompul yang semula jubir Demokrat diberhentikan. Apakah ini kebetulan? Bisa jadi. Tapi bisa juga efek atau dampak kegalauan. Sebab bagaimanapun kasus Antasari terjadi di rezim SBY. Jika 2 bulan lagi Antasari bebas dan menuntut keadilan, sepertinya SBY adalah orang yang harus bolak-balik ke pengadilan.
Dengan kondisi seperti itu, maka otomatis pertahanan politik Demokrat akan sangat rentan. Sementara SBY sibuk dengan Antasari, KPK bisa segera memproses Ibas. Sebab nama Ibas sudah berkali-kali disebut terlibat dalam banyak kasus korupsi, menurut pengakuan Nazarudin, Anas, sampai Angelina Sondakh.
Masalah yang dihadapi KPK selama ini untuk menindak Ibas adalah posisi tawar dan politik SBY. Bagaimanapun beliau adalah mantan Presiden 2 periode. Jika gegabah memproses Ibas tanpa perhitungan, bukan tidak mungkin akan terjadi skenario pembunuhan fiktif ala Nasrudin lagi dan menjerat ketua KPK yang sekarang. Kita memang harus belajar dari sejarah. Jangan sampai ada korban seperti Antasari lagi, yang dulu dengan gagah berani meringkus besan SBY dan kemudian Antasari terkena kasus pembunuhan fiktif.
Tapi saat Antasari keluar nanti, beliau bisa menuntut keadilan. Saat SBY sibuk klarifikasi dan datang ke persidangan, itulah saat terbaik memproses Ibas. Dan momen tersebut dapat menjadi momen penegakan hukum di Indonesia.