JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) akan menerbitkan saham baru sebagai salah satu skema restrukturisasi utang. BTEL juga telah mengantongi izin pemegang saham untuk meningkatkan modal dasar menjadi Rp 10,71 triliun.
Tapi BTEL belum membahas rencana Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu alias private placement. Perseroan belum mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini jumlah saham beredar BTEL 30,58 juta di harga gocap per saham.
Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengatakan, jika ingin berhasil melepas saham baru, sebaiknya, BTEL berupaya meningkatkan kinerja. Dengan membaiknya kinerja, harga saham melonjak. “Setelah harga saham naik, baru BTEL dapat menerbitkan saham baru,” ujar dia.
Di sisi lain, BTEL terikat pada perjanjian restrukturisasi utang. “Penerbitan saham BTEL akan membuat kepemilikan saham para pemegang saham dilusi dan akhirnya earning per share (EPS) turun,” ujar Kiswoyo.
Menurut Analis Asjaya Indosurya Securities William Suryawijaya, penerbitan saham baru merupakan pembuktian BTEL meraih kepercayaan investor dan kreditur. Karena itu, kreditur dan pemegang saham BTEL menyetujui langkah tersebut.
Dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) BTELterbukti memiliki total utang Rp 11,3 triliun, terdiri dari utang biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dan universal service obligation (USO) Rp 1,26 triliun, utang usaha senilai Rp 2,4 triliun, utang tower provider Rp 1,3 triliun, dan utang dana hasil wesel senior Rp 5,4 triliun.
Sesuai proposal perdamaian (homologasi), BTEL akan membayar utang 18 bulan setelah perjanjian. Sebanyak 70% dari utang dibayar dengan Mandatory Convertible Bond – A (MCB-A) dan bisa dikonversikan menjadi saham baru BTEL di Rp 200. Sisanya bertahap.
Akhir tahun lalu rugi bersih BTEL naik 8,7% ke Rp 2,87 triliun. Ini karena pendapatan turun 13% menjadi Rp 1,8 triliun. (www.kontan.co.id)