BACAKABAR.com – Tanpa ragu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 tidak sehat. Belum kritis, hanya kurang sehat.
Persolannya terletak pada kondisi keseimbangan primer yang defisit sebesar Rp 111,4 triliun. Kepada jajaran pemerintah lain, Sri Mulyani menyarankan agar pengelolaan APBN harus hati-hati.
“RAPBN ini sebenarnya kurang sehat, harus berhati-hati,” kata Sri Mulyani, saat konferensi pers terkait RAPBN 2017 yang berlangsung pada 16 Agustus 2016 lalu.
Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Bila pendapatan lebih besar dari belanja negara di luar pembayaran bunga utang, maka keseimbangan primer akan positif atau surplus.
Pada 2010, keseimbangan primer tercatat surplus atau positif dengan realisasi Rp 41,5 triliun. Ini artinya penerimaan negara lebih besar dari belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Jadi pemerintah kala itu masih memiliki dana dari penerimaan negara untuk membayar bunga utang.
Setahun berikutnya, kondisi keseimbangan primer mulai menipis. Surplus pada keseimbangan primer hanya Rp 8,8 triliun. Namun ini masih dianggap sehat dari sisi pengelolaan anggaran negara.
Pada 2012, keseimbangan primer mulai defisit sebesar Rp 52,7 triliun. Begitu pun yang terjadi pada 2013, dengan besaran defisit Rp 98,6 triliun, lalu 2014 defisit sebesar Rp 93,2 triliun.
Lewat kondisi defisit ini, berarti pemerintah sudah tidak memiliki kemampuan untuk membayar bunga utang dari hasi penerimaan negara. Pemerintagh harus mencari utang baru untuk membayar bunga utangnya.
Lonjakan drastis keseimbangan primer terjadi pada 2015, yang nilainya menjadi Rp 142,4 triliun. Pada 2016, dalam APBN Perubahan (APBN-P) dicantumkan defisit keseimbangan primer Rp 105,5 triliun dan defisit keseimbangan primer di 2017 diperkirakan sebesar Rp 111,4 triliun.
Secara umum, RAPBN 2017 akan memiliki nilai belanja Rp 2.070,5 triliun, dan penerimaannya adalah Rp 1.737,6 triliun. Akan ada defisit Rp 332,8 triliun atau 2,41% dari PDB.
Hingga akhir Juni 2016, total utang pemerintah pusat tercatat Rp 3.362,74 triliun. Naik Rp 39,38 triliun dibandingkan akhir Mei 2016, yaitu Rp 3.323,36 triliun.