Hatree.net – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk menuntaskan kasus yang menjerat mantan pimpinan dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Bambang Widjojanto (BW), Novel Baswedan.
Melalui Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo dikatakan, dalam pertemuan tersebut Presiden Jokowi memerintahkan penuntasan kasus ketiga orang tersebut karena sudah terlalu lama tidak ada kejelasan.
“Kalau berkaitan dengan perkara AS (Abraham Samad), BW (Bambang Widjojanto) dan Novel, itu tadi sudah ada kesimpulan akan segera diselesaikan. Apakah itu berkaitan dengan kasus AS dan BW yang sudah cukup lama, tidak ada keputusan yang pasti,” ujar Johan Budi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Kebebasan Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Novel Baswedan |
Johan menambahkan, Presiden Jokowi menyerahkan semuanya kasus tersebut ke Prasetyo, apakah kasus itu diselesaikan melalui mekanisme deponering yakni pembekuan perkara, ataukah lewat Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2).
“Itu diserahkan ke Kejaksaan Agung. Biar teman-teman bisa mengonfirmasi lagi ke Pak Jaksa Agung. Tapi dari hasil laporan Jaksa Agung kepada Presiden, keputusannya seperti itu,” katanya.
Mengenai kasus Novel Baswedan, Presiden Jokowi juga secara tersirat meminta diselesaikan juga, jika memang tidak terbukti bersalah, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta agar kasus Novel Baswedan tidak perlu dilanjutkan.
Namun, apabila terbukti bersalah, Presiden Jokowi meminta agar aparat memprosesnya. “Ada peluang untuk menarik dakwaan itu tentu dengan alasan-alasan yang bisa dibenarkan secara hukum,” ujarnya.
Menurut Johan, Presiden Jokowi lebih menginginkan semua pihak fokus kepada perbaikan dan pembangunan ekonomi. Ketimbang mengurusi kasus tersebut.
“Saya yakin, dalam waktu dekat ini akan ada keputusan-keputusan yang akan diambil oleh pihak kejaksaan dalam hal ini Jaksa Agung, mengenai kasus AS, BW maupun Novel Baswedan,” pungkasnya.
Sebelumnya, kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan penyidik KPK Novel Baswedan telah dilimpahkan oleh pihak Kejaksaan Negeri Bengkulu ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada Jumat 29 Januari 2016.
Kasus tersebut bermula saat Novel Baswedan ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga melakukan penembakan terhadap enam pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 ketika dirinya masih menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu.
Kasus dugaan penganiayaan itu kembali dipermasalahkan dan mencuat ketika Novel tengah menjadi penyidik KPK sesaat setelah dirinya menangani sebuah kasus korupsi di tubuh kepolisian pada 2012.
Kemudian, Abraham Samad Abraham Samad yang berstatus tersangka terkait dugaan pemalsuan dokumen yang melibatkan seorang wanita cantik bernama Feriyani Lim di Makassar pada 2007. Sementara Bambang Widjojanto berstatus tersangka dalam kasus dugaan mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu disidang sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. 1
Jokowi Minta Selamatkan Novel Baswedan: SKPP atau Deponering
Presiden Joko Widodo memerintah Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menuntaskan kasus yang menjerat penyidik aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo, mengatakan perintah tersebut disampaikan Jokowi saat bertemu dengan Prasetyo dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti di Istana Negara pada pagi tadi.
Menurut Johan, Jaksa Agung diminta menyelesaikan kasus itu sesuai dengan mekanisme hukum. Sejauh ini, opsi yang tersedia adalah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atau mengasampingkan perkara (deponering).
“Kasusnya dianggap sudah terlalu berlarut-larut. Perlu diselesaikan agar bisa move on ke pembangunan ekonomi,” kata Johan di kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis, 4 Februari 2016.
Johan mengatakan, upaya menyelamatkan Novel masih terbuka lebar. Apalagi, berkas dakwaan masih bisa ditarik sesuai Pasal 144 KUHAP. Menurut dia, berkas dakwaan masih bisa diubah apabila belum ada penetapan persidangan. “Kenapa kamu menyimpulkan gak bisa? Kan di situ ada batas waktunya, selambat-lambatnya tujuh hari sebelum persidangan,” kata Johan.
Novel Baswedan terjerat perkara penembakan (penganiayaan) pencuri sarang burung walet di Bengkulu, pada 2004 silam. Novel diperkarakan delapan tahun sesudahnya ketika ia tengah menangani perkara korupsi simulator sim yang menjerat Irjenpol Djoko Susilo.
Kasus itu sempat dihentikan atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tahun yang sama. Namun, kasus itu kembali mencuat pada 2015 saat Novel kembali menyidik perkara dugaan korupsi yang melibatkan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan.
Kasus Novel sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bengkulu dan ditetapkan persidangannya pada tanggal 16 Februari 2016. Namun, tiba-tiba KPK mengumumkan Kejaksaan Agun telah menarik berkas perkara Novel untuk dikaji dan diperbaiki kembali.
Sementara itu, Jaksa Agung Prasetyo belum memberikan keterangan perihal pertemuan di Istana Negara tadi. Begitu pula dengan Badrodin Haiti. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengatakan belum ada info yang bisa diberikan terkait upaya penyelamatan Novel.
Kuasa hukum Novel, Muji Kartika Rahayu, penyelesaian kasus kliennya itu hanya bisa dilakukan dengan dikeluarkannya SKPP oleh Kejaksaan. Hal itu, kata dia, agar insiden 2012 dan 2015 tak terulang di mana kasus Novel mendadak mencuat. “Kalau deponering saya rasa nggak bisa karena perkara sudah dilimpahkan,” katanya. 2
Kasus Novel KPK, Tokoh Agama Minta Jokowi Tak Tiru SBY
Sekretaris Jenderal Indonesian Conference on Religion and Peace Johannes Hariyanto meminta Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas dalam menangani kasus kriminalisasi penyidik KPK Novel Baswedan. “Presiden harus katakan stop kasus Novel,” katanya di kantor Griya Gusdur, Menteng, Kamis 4 Februari 2016.
Johannes mengatakan keputusan Jokowi dalam kasus Novel bisa menjadi sinyal ke arah mana politik Jokowi. “Jangan kayak SBY yang hanya himbau sana, himbau sini. Harus ada ketegasan,” kata Johannes.
Menurut Johannes, ketegasan Jokowi akan terlihat jika dia segera menghentikan perjalanan sidang Novel. Menurutnya, hal itu bisa dilakukan karena Jokowi adalah kepala pemerintahan. Sebagai presiden, ia adalah kepala dari Kejaksaan dan Kepolisian yang bekerja sama untuk menuntut Novel Baswedan. Karena itu, Johannes yakin Jokowi memiliki kuasa untuk menghentikan masalah Novel.
Johannes juga mengingatkan bahwa kasus Novel sudah bukan lagi untuk menegakkan hukum, namun sudah masuk ke ranah politik. Sehingga sudah tidak relevan lagi kasus itu dilanjutkan. “Ibarat pertandingan, kelanjutan kasus ini hanya untuk mengulur waktu saja. Presiden harus ambil sikap,” katanya.
Tokoh masyarakat Hindu yang juga hadir dalam acara di Griya Gusdur itu, Nyoman Udayana Sangging, setuju jika kasus kriminalisasi Novel Baswedan segera diselesaikan. “Kasus Novel sama saja mengkriminalisasi KPK,” katanya. Diteruskannya kasus ini, sama saja dengan ada upaya pemerintah untuk melemahkan KPK.
Pada kesempatan yang sama, Shinta Nuriyah Wahid meminta pemerintah membantu melepaskan Novel Baswedan dari jeratan kasusnya. Menurut Shinta sudah banyak upaya untuk melemahkan KPk, termasuk mengeluarkan aturan dan juga menangkap para petugas KPK. “Seharusnya dilepaskan sajalah,” katanya.
URL DCMA : http://www.hatree.net/2016/02/bravo-jokowi-pastikan-kebebasan-trio-as.html#ixzz3zH6MIHHP