Jakarta -Salah satu izin yang masih menghambat pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung adalah perjanjian konsesi atau perjanjian penyelenggaraan prasarana perkeretaapian antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator dengan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pengembang kereta cepat. Perjanjian konsesi belum ditandatangani antara Kemenhub dan KCIC sampai hari ini.
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, mengungkapkan bahwa ada beberapa poin penting dalam perjanjian konsesi tersebut yang harus dipenuhi oleh investor. Pertama, perjanjian konsesi mengatur durasi pemberian konsesi untuk KCIC.
KCIC akan mendapatkan konsesi kepemilikan dan pengelolaan kereta cepat Jakarta-Bandung selama 50 tahun. Dengan perkiraan bahwa break event point(BEP) alias balik modal dapat dicapai di tahun ke-40, maka KCIC akan memperoleh keuntungan dari pengoperasian kereta cepat di tahun ke-41 hingga ke-50.
Setelah 50 tahun, kereta cepat Jakarta-Bandung harus diserahkan kepada pemerintah Indonesia dalam keadaan layak operasi dan clear dalam artian tidak ada utang KCIC yang harus ditanggung pemerintah Indonesia.
“Menurut studi mereka (KCIC), BEP dapat dicapai selama 40 tahun, maka saya kasih konsesi 50 tahun. Tapi setelah 50 tahun harus diserahkan kepada negara dalam keadaan layak operasi, keretanya pasti ganti. Setelah masa konsesi lewat harus clear, tidak ada hutang yang ditanggung pemerintah,” kata Jonan usai rapat kerja dengan Komisi V di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Dalam perjanjian ini juga diatur bahwa KCIC harus mengembalikan lingkungan seperti sediakala jika proyek kereta cepat gagal di tengah jalan. Proyek, tegas Jonan, tidak boleh meninggalkan bekas seperti proyek monorel.
“Kalau gagal jangan ditinggal, mereka harus bersihkan lingkungannya, nanti kayak monorel (kalau tidak dibersihkan),” tukas dia.
Poin penting lainnya dari perjanjian konsesi ini ialah penegasan bahwa negara tidak akan ikut menanggung kerugian jika proyek kereta cepat ini gagal atau mengalami kerugian dalam pengoperasiannya.
Sekalipun ada BUMN yang terlibat dalam pembangunannya, uang negara tidak boleh digunakan sepeser pun untuk menalangi kerugian kereta cepat.
“Pasti di perjanjian konsesi ada, tidak ada jaminan dari negara,” Jonan menegaskan.
Terkait layak atau tidaknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini secara keekonomian, Jonan enggan menjawabnya. Menurut dia, hal itu harus dipertanyakan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno selaku inisiator proyek kereta cepat.
“Kalau layak atau tidaknya, tanya ke Menteri BUMN sebagai inisiator,” pungkasnya. (feb/feb, detik.com)