JAKARTA. Prospek bisnis sektor minyak dan gas (migas) serta pertambangan sedang menurun. Maklum, harga minyak dan tambang sedang meredup. Bank Dunia bahkan sudah menurunkan prospek harga minyak tahun 2016 menjadi hanya US$ 37 per barel dari sebelumnya US$ 51 per barel.
Penurunan harga minyak ini tentu berdampak pada pelaku industri, khususnya perusahaan minyak. Tak terkecuali perusahaan komoditas lain yang ikut terseret penurunan harga minyak.
Dus, bank-bank pun makin berhati-hati menyalurkan kredit ke sektor tersebut. Ambil contoh, Bank Central Asia (BCA). Wira Chandra, Head of Corporate BankingBCA mengatakan, BCA memang tidak sepenuhnya menghindari permintaan kredit sektor migas.
Namun BCA lebih selektif meski calon debitur memenuhi parameter risiko BCA. BCA tidak punya banyak eksposur ke sektor migas. Bank ini memiliki outstandingkredit ke sektor ini sekitar Rp 5 triliun dan itu mayoritas ke PT Pertamina.
“Kebetulan sektor migas tidak besar semenjak ketentuan BP Migas bahwa pembayaran kontrak EPC migas harus lewat bank BUMN,” tutur Wira, Senin (1/2).
Ketentuan ini pula yang mempersulit BCA mendanai sektor tersebut. Meski ada, namun portofolio kredit migas BCA jumlahnya tidak besar. “Jadi, dampak penurunan harga minyak ada, namun managable saat ini,” imbuh Wira.
Lebih selektif
Bank Maybank Indonesia dan Bank Mandiri juga lebih selektif menyalurkan kredit ke sektor komoditas karena ada potensi kenaikan kredit bermasalah ataunon performing loan (NPL).
Direktur Utama Maybank Indonesia Taswin Zakaria mengatakan, sejak awal Maybank tidak mendanai kredit komoditas dalam jumlah besar. “Porsi kredit ke komoditas hanya 1% terhadap total kredit, sehingga risiko NPL kecil,” tutur Taswin.
Bank yang berpusat di Malaysia tersebut akan menjaga rasio NPL secara umum di bawah 2% pada tahun ini. Caranya, Maybank melakukan mitigasi risiko sejak awal pemberian kredit.
Senada, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pihaknya telah mengurangi penyaluran kredit ke komoditas karena harga komoditas terus anjlok. Bank Mandiri telah meminta kepada debitur untuk melakukan restrukturisasi dan memangkas biaya untuk mengatasi risiko. “NPL mungkin naik,” terang Budi.
Bank pelat merah ini hanya akan memberikan kredit kepada perusahaan komoditas dengan pertumbuhan bisnis sehat. Bank Mandiri akan mengalihkan kredit pertambangan ke kredit korporasi, sektor infrastruktur, pembangkit tenaga listrik, jalan tol, bandar udara, manufaktur dan kesehatan. Tahun ini, Bank Mandiri membidik kredit korporasi naik 12%–15% menjadi Rp 197,96 triliun–Rp 225 triliun. (kontan.co.id)