Investigasi Hukum

Warga Papua VS PT Freeport Dalam Masalah Smelter

Hatree.net #Papua – Keseriusan PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), ditagih. Kalau tak serius, Freeport sebaiknya diusir saja.

“Jika tetap menginginkan kontrak karya, Freeport harus memenuhi keinginan rakyat Papua, yakni membangun smelter di Papua. Karena sumber mineral yang dieksploitasi berasal dari bumi Papua,” kata Bupati Mimika Eltinus Omaleng saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR di Komplek DPR, Jakarta, Selasa (9/2/2016).

Eltinus bilang, untuk pembangunan smelter, Pemkab Mimika telah menyiapkan lahan seluas 3.000 hektar. Lahan ini bisa dimanfaatkan Freeport kalau memang serius.
“Tidak ada alasan lagi bagi Freeport untuk membangun smelter di Gresik karena Gunung Grasberg itu berada di Papua, jika tidak membangun di Papua, kontrak karya tidak usah diperpanjang,” kata Eltinus.

Sementara, Bupati Puncak, Willem Wandik mengingatkan bahwa pembangunan smelter di Papua merupakan amanat UU Minerba yang mengatur bahwa smelter harus dibangun oleh perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia.

“Kami minta operasi tambang tersebut disesuaikan dengan UU Minerba yang mengamanatkan pembangunan smelter oleh perusahaan tambang. Kami juga minta di Papua karena regulasi itu juga mengamanatkan demikian,” ujar Willem.

Naga-naganya, Freeport bakal menolak keinginan para kepala daerah di wilayah Papua itu. Kata Vice President Legal PT Freeport Indonesia, Clementino Lamury, lokasi ideal untuk pembangunan smelter adalah Gresik, Jawa Timur, bukan Papua.

“Dari studi yang dilakukan, dari sudut kebutuhan energi dan yang bisa menampung bahan kimia, saat ini lokasi yang paling ideal adalah di Jawa Timur, dan kami akan lanjutkan,” kata Clementino.
Clementino bilang, Freeport telah menyiapkan dana sebesar US$ 2,3 miliar untuk pembangunan smelter. Saat ini sudah terealisasikan pembangunan senilai US$ 168 juta. 1

Alasan Freeport Ngotot Tak Mau Bangun Smelter di Papua

PT Freeport Indonesia bersikukuh tidak mau membangun pabrik pemurnian atau smelter di Papua. Alasannya karena berdasarkan dari studi yang dilakukan, Papua tidak bisa menampung bahan kimia yang cukup berbahaya yang dihasilkan dari smelter tersebut. Apalagi infrastruktur penunjangnya masih minim.

Vice President Legal PT Freeport Indonesia, Clementino Lamury, menegaskan Freeport tetap melanjutkan komitmen untuk membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. Ia menilai Gresik lebih ideal dibanding Papua, karena Gresik bisa menampung hasil turunan dari pemurnian yang bisa dimanfaatkan lagi untuk industri lain.

“Tantangan bagi kami melakukan pembangunan smelter di Papua adalah karena smelter itu adalah suatu industri yang memerlukan adanya risiko bahan samping yang cukup berbahaya kalau tidak ditampung, seperti asam sulfat. Saat ini lokasi yang paling ideal untuk kami melakukan pembangunan adalah di Jawa Timur, dan kami akan lanjutkan,” ujar Clementino di Komisi VII DPR RI, Selasa Malam, 9 Februari 2016.

Selain itu, Ia menyampaikan bahwa telah ada perjanjian sewa yang telah dijalin dengan PT Petrokimia Gresik untuk penggunaan lahan guna pembangunan pabrik pemurnian itu.

“Kami ada perjanjian sewa tanah dengan Petrokimia Gresik. Lahan yang akan digunakan sekitar 80 hektare, 20 hektare sudah berupa solid land, sisa 60 hektare sudah selesai awalnya dan ini akan dalam tahap reklamasi,” kata Clementino.

Lebih lanjut Clementino menambahkan, pihaknya tetap berkomitmen untuk melakukan pembangunan smelter di Indonesia. Investasi yang disiapkan sebesar US$2,3 miliar untuk pembangunan smelter di dalam negeri.

“Sebagaimana komitmen kami, bahwa kami harus melakukan pembangunan smelter di dalam negeri dengan investasi kami yang sebesar US$2,3 miliar dan sudah kami realisasikan US$168 juta itu akan kami bangun di Kabupaten Gresik, Yang perlu kami lakukan adalah bagaimana kita sekarang mengakselerasi proses ini supaya memenuhi peraturan,” kata Clemen.

URL DCMA : http://www.hatree.net/2016/02/warga-papua-vs-pt-freeport-dalam.html#ixzz3zpxvVJ7U